Analisis tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : Dimas Prasetyo Nugroho
24 Mei, 2016
Lingkungan
hidup di Indonesia saat ini masih menunjukkan penurunan kondisi,
seperti terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan, penurunan
ketersediaan dibandingkan kebutuhan sumber daya alam, maupun bencana
lingkungan. Hal ini merupakan indikasi bahwa aspek lingkungan hidup
belum sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.
Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Memperhatikan hal tersebut, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Seperti diamanatkan UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup terutama Pasal 15 khususnya mewajibkan pelaksanaan KLHS:
Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Memperhatikan hal tersebut, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Seperti diamanatkan UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup terutama Pasal 15 khususnya mewajibkan pelaksanaan KLHS:
Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah kebijakan, rencana, atau program.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada tahap
awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan sudah dipertimbangkan. Aspek
lingkungan dalam penataan wilayah memang sangat penting, meskipun
peraturan penataan ruang telah memasukkan unsur-unsur pengelolaan
lingkungan dalam aturan dan petunjuk pelaksanaan penataan ruang tetapi
belum mampu diaplikasikan mengingat beragamnya kondisi yang ada di
setiap wilayah Indonesia. Wilayah pantai, rawa, dataran rendah,
perbukitan dan wilayah pegunungan akan memiliki cara berbeda dalam
rangka melakukan upaya penyelamatan lingkungan menuju pembangunan yang
lestari. Wilayah hutan alami, hutan sekunder, savanah dan wilayah karst
akan juga berbeda perencanaan ruangnya. Perbedaan ini hanya bisa
dilakukan dengan melakukan perencanaan ruang dengan mengaplikasikan
KLHS.
Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah kebijakan, rencana atau program
(definisi KLHS dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup). Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah
suatu self assessment untuk
melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana atau Program (KRP) yang
diusulkan oleh pemerintah daerah telah
mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan, baik untuk
kepentingan ekonomi, dan social, selain lingkungan hidup. Dengan KLHS
ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah
dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.
Kaidah-Kaidah KLHS
Adapun kaidah dalam KLHS yang harus dipahami adalah sebagai berikut :
Prinsip 1: Self Assessment. Prinsip
ini menekankan pada konsep ‘atur diri sendiri’ yakni satu sikap dan
kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku kepentingan yang
terlibat dalam proses perumusan KRP agar lebih peduli atas
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan
prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya.
Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan sebenarnya mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terformulasikan dalam proses pengambilan keputusan di setiap KRP.
Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan sebenarnya mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terformulasikan dalam proses pengambilan keputusan di setiap KRP.
Prinsip 2: Improvement of the KRP Prinsip
ini menekankan pada upaya untuk memperbaiki setiap pengambilan keputusan
dalam KRP. KLHS tidak menghambat dan membuat proses perumusan KRP
menjadi semakin rumit, melainkan menjadi media atau katalis untuk
memperbaiki proses dan output perumusan KRP. Prinsip ini berasumsi bahwa
perumusan KRP di Indonesia selama ini kurang sempurna dan KLHS dapat
memicu perbaikan atau penyempurnaan perumusan KRP.
Prinsip 3: Capacity Building
Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perumusan KRP harus
menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu
pembangunan berkelanjutan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku
kepentingan yang terlibat dalam perumusan KRP untuk meningkatkan
kapasitasnya.
Prinsip 4: Influencing Decision Makers
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang
positif pada pengambil keputusan. KLHS akan mempunyai makna apabila pada
akhirnya dapat mempengaruhi pengambil keputusan, khususnya untuk
memilih atau menetapkan satu kebijakan, rencana, dan program yang
dipandang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Mengapa Perlu KLHS?
Ada banyak alasan pentingnya KLHS, diantaranya:
- Meningkatkan manfaat pembangunan.
- Rencana dan implementasi pembangunan lebih terjamin keberlanjutannya.
- Mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
- Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
Dalam
memberikan penjelasan mengenai KLHS ada banyak pihak yang masih sulit
membedakan antara KLHS dengan AMDAL. Tabel berikut ini akan memberikan
gambaran mengenai perbedaan tersebut.
|
Atribut
|
AMDAL
|
KLHS
|
|
Posisi
|
Akhir siklus pengambilan keputusan
|
Hulu siklus pengambilan keputusan
|
|
Pendekatan
|
Cenderung bersifat reaktif
|
Cenderung pro-aktif
|
|
Fokus analisis
|
Identifikasi, prakiraan & evaluasi dampak lingkungan
|
Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan
|
|
Dampak kumulatif
|
Amat terbatas
|
Peringatan dini atas adanya dampak kumulatif
|
|
Titik berat telaahan
|
Mengendalikan dan meminimumkan dampak negatif
|
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan
|
|
Alternatif
|
Alternatif terbatas jumlahnya
|
Banyak alternatif
|
|
Kedalaman
|
Sempit, dalam dan rinci
|
Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi & kerangka umum
|
|
Deskripsi proses
|
Proses dideskripsikan dgn jelas, mempunyai awal dan akhir
|
Proses multi-pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif & kontinyu
|
|
Fokus pengendalian dampak
|
Menangani simptom kerusakan lingkungan
|
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan, terutama ditujukan utk menelaah agenda keberlanjutan,
|
Sumber : Musnada,2012
Kedudukan KLHS dalam Sistem Perencanaan di Indonesia
KRP
yang menjadi konteks utama dari KLHS sesuai pasal 15 UU PPLH No.
32/2009 disusun berdasarkan regulasi dan panduan yang spesifik. Beberapa
regulasi KRP telah mencantumkan pelaksanaan KLHS di dalam proses
penyusunannya.
1
KLHS Dalam Tata Ruang
Proses penyusunan Tata Ruang melibatkan setidaknya tiga kementerian sebagai berikut:
a Kementerian Pekerjaan Umum bertanggungjawab dalam persetujuan substansi (PP No. 15/2010)
b Kementerian
Dalam Negeri bertanggungjawab dalam evaluasi legalitas, administrasi
dan kebijakan (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28/2008 tentang Tata
cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata
Ruang Daerah)
c Peran
Kementerian Kehutanan disebutkan dalam pasal 31 PP No. 15/2010 yang
menyatakan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan berlaku ketentuan perundang-undangan bidang
kehutanan.
PP
No. 15/2010 menyatakan kewajiban melaksanakan KLHS dalam pengolahan dan
analisis data dalam penyusunan RTRW untuk menentukan daya dukung dan
daya tampung lingkungan. Sedangkan PP No. 10/2010 PP No. 10/2010
mengenai Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan,
menyatakan bahwa apabila usulan perubahan peruntukan kawasan hutan
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan, wajib
melaksanakan KLHS.
2
KLHS dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Panjang
Acuan
regulasi RPJM/P di Indonesia adalah UU No. 25/2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas bertanggungjawab pada tingkat
nasional sedangkan Bappeda bertanggungjawab pada tingkat provinsi,
kabupaten/kota dalam melakukan menyusun, memantau dan melakukan evaluasi
RPJM/P.
Dua Peraturan Pemerintah (PP) dikeluarkan untuk memandu prosedur penyusunan rencana pembangunan:
a. PP No. 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional
b. PP No. 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
Dalam
melaksanakan PP No. 8/2008, Kementerian Dalam Negeri mengatur
pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54/2010
tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
3
KLHS untuk Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) Lainnya
Sesuai
dengan pasal 15, selain RTRW dan RPJM/P, maka wajib KLHS juga berlaku
bagi kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Pada saat tulisan ini disusun,
belum terdapat ketentuan mengenai kriteria penentuan apakah suatu K/R/P
memiliki potensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
Tantangan Dalam Implementasi KLHS
Sebagai
instrument baru dalam pengambilan Kebijakan,Rencana/ Program, kewajiban
penyusunan KLHS bukan tanpa kendala. Kendala utama adalah kemampuan
sumber daya dari masing-masing implementatornya. Dilain pihak, adanya
ketidaksinkronan sinergi antar KRP satu dengan yang lain dalam proses
perencanaan. Hal inilah yang seringkali mengalihkan fokus KLHS. Untuk
itu KLHS seyogyanya tetap memfokuskan diri pada masalah lingkungan hidup
dan sosial, tanpa menafikan masalah ekonomi
Penutup
Persoalan
semakin merosotnya daya dukung dan kualitas lingkungan hidup memerlukan
pendekatan yang menyeluruh untuk mengatasinya. KLHS adalah sebuah
kebijakn yang cerdas untuk menjamin penataan wilayah dan tata ruang yang
berkesinambungan dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan di
Indonesia. Seperti
telah diamanatkan dalam pasal 18 UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH,
pelibatan para pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun
non-pemerintah, termasuk komunitas yang berpotensi terkena dampak dari
KRP yang tengah disusun, merupakan modal utama untuk lebih ‘membumikan’
KLHS, menjadikannya bermakna untuk kepentingan rakyat dan bumi
Indonesia.
Referensi :
– -Kappiantari,
M. 2011. Dua Tahun UU Lingkungan Hidup : Tantangan Pelaksanaan Kajian -Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di Indonesia di unduh dari www.duniaesai.com
– -Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Buku Pegangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Diunduh dari www.klhsindonesia.org
– - Satar, M, 2012. Apa sih Kajian Lingkungan Strategis (KLHS) itu?. www.musnada.wordpress.com